Selasa, 20 Maret 2012 0 komentar By: Tegar Condur

Kasus Mesuji

Silang pendapat antara pemerintah dengan korban kekerasan Mesuji, Sumatra Selatan membuat fakta yang terjadi semakin kabur. Komnas HAM mencoba meluruskan duduk permasalah sebenarnya yang terjadi di sana, sekaligus bagaimana solusinya.
Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengungkapkan akar permasalahan yang terjadi di Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan kepada Republika, Rabu (21/12).
 Ridha mengatakan, peristiwa di Desa Sungai Sodong dipicu oleh konflik tanah. Dimana pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik warga untuk diplasmakan.
Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu akan dikembalikan lagi kepada warga. Selama kurun waktu 10 tahun, setiap tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi.
 Namun hingga saat ini perusahaan ternyata tidak memenuhi perjanjian tersebut. Akhirnya pada bulan april 2011 masyarakat Sungai Sodong mengambil kembali tanah tersebut melalui pendudukan.
Tidak juga mengembalikan tanah tersebut, perusahaan malah menuduh pendudukan tanah warga tersebut sebagai gangguan. Kemudian, pada tanggal 21 april 2011, dua orang warga yakni Indra (ponakan) dan Saytu (paman) sekitar pukul 10.00 WIB keluar rumah berboncengan bertujuan ingin membeli racun hama. 
Mereka melewati jalan poros perkebunan warga (bukan wilayah sengketa dan di luar Desa Sungai Sodong). Tidak ada yang mengetahui peristiwanya, tiba-tiba pada pukul 13.00 WIB tersebar kabar ada yang meninggal 2 orang. Berita itu sampai ke warga Sodong termasuk keluarga korban.
Mendengar berita tersebut, keluarga korban termasuk paman dan adiknya langsung menuju TKP dan menemukan Indra terkapar di jalan dengan luka tersayat lehernya(tidak sampai putus) dan diduga ada 3 luka tembak, dua di dada dan satu di pinggang. Sementara Saytu ditemukan di dekat perkebunan kelapa sawit atau sekitar 70 meter dari jasad Indra, dengan posisi tengkurap dalam keadaan sekarat.
"Saytu lalu ditanya adiknya siapa yang melakukan penganiayaan itu. Saytu menjawab yang melakukan adalah satpam, pam swakarsa, dan aparat," ungkap Ridha.
Lalu, sekitar pukul 14.00 WIB, sebagian warga mendatangi base camp perusahaan dan ber unjuk rasa di situ. Mereka mempertanyakan, serta meminta pertanggujawaban mengapa keluarga mereka dibunuh. Menurut pengakuan warga, kata Ridha, saat berdemo mereka tidak melakukan tindakan anarkis apalagi melakukan pembunuhan.
" terkait dengan 5 orang security perusahaan yang meninggal mereka tidak tahu. Ini yang harus diluruskan